Integritas Guru Kristen
Integritas
Seorang Guru Kristen
Profesi sebagai seorang guru bukanlah sebuah pekerjaan
yang mudah, hal ini dikarenakan yang dihadapi oleh seorang guru adalah “makhluk
hidup”, yang bisa memberikan respon balik terhadap apa yang telah diajarkan oleh gurunya. Tidak hanya
sebatas mengajar murid, tetapi juga sebagai teladan bagi para muridnya. Contohnya,
ketika seorang guru yang telah berulang kali mengingatkan muridnya untuk tidak
membuang sampah sembarangan, sementara ia sendiri tidak konsisten dengan
ucapannya tersebut karena ia membuang sampah di bawah laci mejanya. Tentunya
hal tersebut membuat muridnya mencontoh perilaku yang kurang baik tersebut,
mungkin mereka akan berpikir “kenapa saya harus membuang sampah pada tempatnya?
Sementara guru saya sendiri membuang sampah sembarangan.” Maka dari itu
integritas sangat diperlukan oleh seorang guru. Seringkali kata “integritas”
disebutkan berulang kali untuk profesi seorang guru, akan tetapi apakah makna
integritas itu sebenarnya? Integritas memanglah kesatuan antara pikiran,
perkataan dan tindakan, akan tetapi bagaimana mungkin seseorang guru bisa
berintegritas dalam mengajar sementara ia sendiri tidak mengenali identitasnya
sendiri? Dalam keadaan yang sangat menuntut reformasi pendidikian, seringkali
kita lupa akan hal yang paling mendasar tetapi sangatlah sederhana, yakni
pengenalan identitas sebagai seorang guru.
Lalu, bagaimana cara untuk mengenali identitas yang benar
bagi seorang guru Kristen? Ketika hendak mengenali identitas sebagai seorang guru
Kristen, maka kita memerlukan hati nurani. Bagi seorang guru Kristen, hati
nurani sesungguhnya berasal dari Roh Kudus yang tinggal dalam dirinya. Roh
kudus akan melahirbarukan kita, sehingga kita dapat mengubah tujuan dan cara
pandang kita (Brummelen, 2006) serta mengetahui apa yang Tuhan kehendaki dalam
hidup kita melalui profesi sebagai seorang guru dan itu yang akan memampukan kita untuk menjadi
seorang guru Kristen yang berintegritas. Seorang guru Kristen harus sadar bahwa
sesungguhnya ia dan para muridnya adalah sama, yakni manusia yang memiliki
natur keberdosaan yang membuatnya tidak akan mungkin bisa diselamatkan kecuali
karena anugerah dari Allah melalui Yesus Kristus yang sangat berintegritas.
Setelah seorang guru Kristen menyadari hal tersebut, maka ia akan dapat
membantu para muridnya untuk menyadari hal tersebut agar murid-muridnya itu
bisa menerima kabar baik ini. Kita memang tidak tahu siapa saja di antara murid kita
yang telah dipilih Allah untuk diselamatkan, akan tetapi tugas kita hanyalah
taat untuk memberitakan kabar baik tersebut dan Roh Kudus sendiri yang akan
bekerja di dalam hati orang-orang pilihanNya. Dengan demikian, guru Kristen
dapat menjadi teladan yang baik bagi para muridnya karena ia akan menunjukkan
pribadi Kristus yang berintegritas bagi muridnya, walaupun tidak akan sempurna
seratus persen.
Lalu, apa kaitan antara integritas dengan seorang guru
Kristen? Palmer dalam bukunya The Courage to Teach mengemukakan bahwa “by integrity, I mean whatever wholeness i
am able to find within that nexus as its vectors form and re-form the pattern
of my life” (Palmer, 1998, hal.13). Berdasarkan pendapat Palmer di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa integritas adalah suatu keutuhan yang memungkinkan
seseorang dapat menemukan arah untuk membentuk pola kehidupannya. Keutuhan di
sini adalah ketika seseorang dapat memiliki keselarasan antara pikiran,
perkataan, dan tindakan. Dengan demikian, keselarasan tersebut akan membentuk
pola-pola kehidupan yang yang membentuk jati diri seorang guru Kristen sehingga
ia dapat membangun relasi yang baik dan benar dengan murid-muridnya.
Integritas seorang guru Kristen akan
dapat dicapai ketika orang tersebut mengetahui siapa identitasnya, sehingga ia
dapat meminta tuntunan Roh Kudus untuk melahirbarukannya kemudian mengubah tujuan
dan cara pandangnya agar ia dapat membentuk jati diri yang benar. Dengan demikian
ia dapat menjadi serupa dengan Kristus yang berintegritas dan menunjukkan
pribadiNya ketika sedang mengajar murid-muridnya. Kristus pun tidak menyukai
orang-orang yang tidak berintegritas, contohnya ketika ia memberi tahu
murid-muridnya tentang ahli-ahli taurat yang tidak melakukan apa yang ia
ajarkan, “sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan
kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena
mereka mengajarannya tetapi tidak melakukannya” (Matius 23:3). Penulis menjadi
semakin sadar bahwa begitu pentingnya integritas bagi seorang guru Kristen,
karena bertanggung jawab untuk memberikan teladan yang baik kepada
murid-muridnya agar mereka dapat menjadi serupa dengan Kristus.
Daftar Pustaka:
Komentar
Posting Komentar