Kristus Sumber Kepuasan Sejati

Kristus Kepuasaan Sejati
Penulis: Seprianus Olla
Lebih baik sakit gigi dari pada sakit hati. Tak jarang kita yang pernah mengalami yang namanya “sakit hati”, khususnya dalam hubungan pacaran misalnya, pernah mengetahui bahkan mengatakan kalimat di awal tulisan ini. Jika dapat diterjemahkan lebih lanjut, kalimat ini mengandung makna bahwa sebenarnya sakit hati itu memiliki konsekuensi yang lebih besar dari pada sakit gigi. Lalu mengapa anggapan ini seperti ada benarnya? Mengapa perasaan yang terganggu lebih menyakitkan dari pada gangguan secara fisik?. Di sini, penulis tidak menyoroti mana yang lebih besar konsekuensinya. Ini hanya mengantar kita untuk melihat sebuah prinsip dasar bahwa Tuhan menciptakan kita dalam sebuah ketergantungan yang mutlak (Kej 1:26). Seorang cowo akan merasa sakit hati apabila ditinggal pacarnya atau seorang anak akan merasa sakit hati ditinggal pergi orang tuanya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebergantungan yang teputus bisa membuat kita merasa kehilangan. Keadaan ini justru pertama kali terjadi di Taman Eden ketika manusia memilih untuk tidak lagi bergantung dengan Tuhan Pencipta (Kej.3). Sikap manusia untuk memakan buah dari Taman itu membawa sakit yang mendalam untuk Tuhan sehingga manusia menerima murka-Nya (Kej.3:16-19). Dan yang lebih penting, manusia kehilangan kepuasaan sejati yaitu hidup memuliakan Dia.
Sepanjang kehidupan, rasa kehilangan akan kepuasaan ini terus menggerogoti manusia untuk menemukannya kembali. Akan tetapi, usaha ini adalah sesuatu yang mustahil, kita sebagai manusia yang telah terhilang dari Allah mencari sesuatu yang lain yang juga terhilang. Akibatnya, kita menggantikannya dengan sesuatu yang lain seperti uang, pacar, teman, jabatan, atau benda-benda berharga lainnya, namun hal ini juga tidak dapat menggantikan perasaan kehilangan yang begitu mendalam dalam diri kita.
Abraham Maslow, seorang psikolog terkenal awal abad-20, menguraikan teori mengenai kebutuhan- kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi sehingga manusia dapat menemukan jati dirinya yakni kebutuhan fisik, rasa aman, kasih sayang, penghargaan serta aktualisasi diri. Sayangnya, Maslow di akhir tahun 1960-an menemukan sebuah kesimpulan yang menarik bahwa terdapat banyak orang telah memenuhi kebutuhan dasar tersebut namun belum juga menemukan identitas dirinya. Di sini terlihat bahwa dunia materi tidak dapat memberikan kepuasan sejati. Lalu dimana kepuasaan sejati dapat ditemukan?
Kepuasaan sejati hanya bisa diperoleh apabila kita kembali kepada sumber kepuasaan sejati itu. Meskipun Dia yang adalah sumber kepuasaan sejati telah mendatangkan kutukan bagi kita, namun murka-Nya adalah Kudus, Suci dan Kasihnya. Akibatnya, kita masih diberi harapan untuk hidup, harapan akan kepuasaan sejati dalam diri kita, keturunanmu akan meremukan kepala keturunannya (Kej. 3:15). Janji akan pengharapan ini terjawab dalam sejarah-Nya bukan karena usaha kita tetapi Dia yang telah disakiti yang mau untuk membayar harga melalui Yesus seorang dari Nazaret yang telah berkorban di salib. Kematian dan kebangkitan- Nya mengalahkan maut seperti yang dikatakan-Nya. Semua karena Dia hanya ingin kita tidak merasa kehilangan. Dia hanya ingin kita memiliki kepuasaan yang sejati. Lalu, mengapa kita masih mengisi kehidupan kita dengan sesuatu yang pada akhirnya juga akan hilang? Semoga kita terus bergantung kepada Sumber Kepuasaan Sejati yaitu Kristus Tuhan. Soli deo Gloria!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Roh Kudus, Suara Hati Nurani dan Suara Setan

Menjadi Pelaku Firman Tuhan (Yohanes 9:1-18)