“Dia Harus Lebih Besar”
Yohanes 3:22-36
Penulis: Seprianus Olla
Bagian ini
merupakan sebuah lanjutan penjelasan tentang pelayanan Yesus setelah
pertemuannya dengan Nikodemus. Dijelaskan bahwa Tuhan Yesus sedang mengajar dan
membaptis dekat tempat Yohanes Pembaptis juga sedang membaptis bersama
murid-muridnya. Dilanjutkan bahwa disana terjadi peristiwa dimana murid Yohanes
berselisih dengan seorang Yahudi mengenai hal penyucian. Mathew Henry
Commentary menjelaskan bahwa penyebab perselisihan ini karena adanya orang
Yahudi yang tidak mau menerima penyucian/baptisan yang dilakukan oleh para
murid. Murid Yohanes Pembaptis merasa bahwa
apa yang mereka lakukan merupakan penyucian yang jauh lebih baik dari yang
lainnya. Tentu anggapan mereka ini ada benarnya, dibuktikan dengan jumlah
pengikut Yohanes pembatis semakin banyak.
Namun di sisi
lain dari perdebatan mereka dengan orang Yahudi tadi, mereka sadar bahwa ada
yang masih jauh lebih besar dari apa yang mereka lakukan. Yaitu Kristus dan
pelayanannya. Dan menurut mereka ini adalah sesuatu yang mengganggu mereka, sehingga
di ayat 26 melaporkan kepada Yohanes pembaptis. “ Rabi atau guru…orang yang dulu
kau baptis itu juga membaptis namun Dia memiliki pengikut yang jauh lebih
banyak dari kita”. Harapan mereka Yohanes menegur apa yang dilakukan oleh murid-murid
Tuhan Yesus. Pikir mereka, Tuhan Yesus kan dibaptis oleh Yohanes, jadi tidak
mungkin seorang guru memiliki pengikut lebih sedikit dari muridnya.
Namun kita bisa melihat apa yang
menjadi respon Yohanes? Dia memberikan tanggapan yang penuh dengan kerendahan
hati (ayat 27-30), khususnya di ayat 30 “Ia harus makin besar dan aku harus
makin kecil”. Ini adalah pernyataan manusia yang beriman. Memikirkan Kristus
lebih besar dari diri-Nya.
Dari kisah ini, saya akan
memberikan dua hal yang dapat menjadi refleksi dan perenungan bagi kita:
1.
Belajar dari sisi perpektif para murid Yohanes (diriku
harus lebih besar)
Sebenarnya apa yang dilakukan oleh murid-murid Yohanes
adalah sesuatu yang berharga dan mulia. Namun seperti yang dituliskan bahwa
mereka memiliki motivasi yang salah dalam pelayanan ini. Apa yang mereka
lakukan tidak membuat mereka mengerti akan fokus dan akhir dari pelayanan ini.
Itu sebabnya mereka memperdebatkan jumlah pengikut mereka dengan jumlah pengikut
Kristus.
Mereka berpikir bahwa apa yang mereka lakukan harus
jauh lebih besar dari apa yang orang lain lakukan. Jadi kalau ada yang lebih
besar atau lebih bisa dari mereka maka itu akan menjadi masalah (Yohanes 3:
26). Saya mengutip lagi Mathew Henry
Commentary yang menyebut kondisi diri seperti ini sebagai instar omnium,
merasa bahwa diri kita lebih unggul, lebih bisa dan lebih sempurna dari orang
lain. Akhirnya membuat kita iri, tidak suka, menutup diri jika ada yang jauh
lebih baik dari kita. Bahkan kita berusaha untuk menjatuhkan orang lain.
Tanyakan dalam diri kita, pernahkah dalam hidup, kita merasa tersaingi jika
orang lain melakukan atau memiliki sesuatu lebih baik atau lebih besar dari
kita? Bertobatlah karena iblis mengintip dan bersiap membawamu ke dalam kehancuran.
2.
Belajar dari sisi perpektif Yohanes (Kristus
harus semakin besar)
Perkataan Yohanes dalam ayat 30 menjadi jawaban bagi
kita dalam memahami pelayanan yang berfokus kepada Tuhan. “Dia harus makin
besar dan aku harus makin kecil”. Perkataan Yohanes yang penuh kerendahan hati
seperti ini bukan pertama kali. Di dalam kitab ini, apa pun yang dikatakan oleh
Yohanes dalam tulisannya selalu mengakui Kristus jauh lebih besar dibandingkan
dengan siapapun dan apa pun, misalnya dalam Yohanes 1:19. Inilah hati yang
diinginkan oleh Tuhan dalam menjalani hidup sebagai seorang pelayan Tuhan. Menganggap
apa yang kita punya atau kita lakukan tidak ada artinya dari pada nilai keselamatan
Kristus dalam hidup kita. Pengakuan dunia akan sirna namun hidup kekal bersama
Kristus akan kekal selamanya. Lalu buat merasa iri dengan sesama yang mungkin lebih dalam aspek tertentu dalam hidup kita?
Pertanyaan refleksi bagi kita:
Siapakah yang lebih besar dalam pelayanan kita saat
ini? Diri kita dengan tujuan hidup duniawi kita atau Kristus yang membawa kita
kepada hidup yang kekal?
Biarlah renungan ini menjadi refleksi bagi kita. Soli Deo
Gloria
Komentar
Posting Komentar